Daycare Ramah Anak Dapat Bantu Tingkatkan Produktivitas Pekerja Perempuan

Meski seruan untuk WFH alias work from home kencang digaungkan di tengah pandemi Covid-19, faktanya tak sedikit pekerja yang terpaksa selalu berangkat bekerja. Entah sebab model pekerjaannya yang tak terlalu mungkin untuk ditunaikan di rumah, atau sebab kebijakan lain yang ditetapkan perusahaan. Hal ini kemudian mengundang masalah terhadap pekerja perempuan yang selama ini tergantung terhadap daycare untuk menitipkan anaknya selama bekerja.

Dalam suasana sebelum pandemi, keberadaan daycare sesungguhnya telah terlalu dibutuhkan oleh pekerja perempuan. Sebuah survei yang ditunaikan KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) menunjukkan bahwa 75% orangtua mengalihkan pengasuhan anak baik secara temporer maupun permanen. Anak dapat diasuh oleh keluarga besar, asisten rumah tangga, dan tersedia pula yang menentukan menitipkan anak di daycare atau Taman Penitipan Anak (TPA).

Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N Rosalin, dalam webinar “Daycare Ramah Anak Mendukung Peningkatan Produktivitas Pekerja, memberikan bahwa untuk menegaskan tumbuh kembang anak dalam pengasuhan alternatif terhadap daycare, dibutuhkan Pedoman Taman Pengasuhan Anak Berbasis Hak Anak/Daycare Ramah Anak (Bagi Pekerja Di Perusahaan) sebagai tanggapan cepat untuk menindaklanjuti anjuran khusus Presiden kepada Menteri PPPA dalam mengkoordinasikan Penyediaan Taman Pengasuhan Anak/Day Care Ramah Anak bagi perempuan pekerja di daerah.

Dalam pedoman Daycare Ramah Anak, terkandung komponen yang wajib dipenuhi, yakni penyelenggaraan, sumber daya, layanan dan prasarana, perangkat manajemen, protokol penanganan, risiko bencana dan new normal.

Bali childcare Ramah Anak diharapkan jadi instansi yang dapat beri tambahan layanan pengasuhan alternatif tak hanya di rumah dengan keluarga, yang dapat mencukupi keperluan tumbuh kembang anak, seperti layanan penyelenggaraan makan, layanan pendidikan tingkah laku hidup sehat, dan juga layanan pendampingan kegiatan bermain untuk menstimulasi tumbuh kembang anak.

Pengasuh di Daycare Ramah Anak dapat memegang fungsi penting dalam proses perkembangan anak. Peran pengasuh bukan hanya mencukupi keperluan fisik, dapat tetapi termasuk pemenuhan keperluan psikis dan pemberian stimulasi untuk memacu perkembangan dan perkembangan anak secara optimal,” tutur Lenny.

Selain itu, Lenny termasuk menyebutkan bahwa keberadaan Daycare Ramah Anak dalam sebuah perusahaan termasuk dapat jadi aspek pendukung dalam mengoptimalisasi produktivitas pekerja perempuan yang telah membawa anak.

Ketika orangtua merasa anaknya safe dan nyaman dalam layanan daycare, maka perihal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas kinerja mereka dan komitmen terhadap perusahaan.
Permasalahan utama berasal dari pekerja perempuan yang membawa anak adalah memperhitungkan mengenai pengasuhan balita, keperluan pengasuhan anak waktu waktu mereka bekerja, dan keberadaan dan juga fungsi daycare yang dapat menjamin beri tambahan pengasuhan berbasis hak anak.

Oleh sebab itu, pedoman Daycare Ramah Anak ini dapat memperkuat terbentuknya daycare di perusahaan yang tidak hanya berfaedah sebagai daerah penitipan anak, tetapi termasuk daerah pengasuhan anak waktu orangtuanya bekerja.Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah mengandeng Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI) untuk mengampanyekan pembentukan daerah penitipan anak di perusahaan-perusahaan.Sebelumnya lebih dari satu perusahaan hanya menyediakan daerah penitipan anak menjelang Lebaran sehingga hanya jangka pendek. Saat ini, prinsip telah meningkat sehingga daerah penitipan anak berikut tersedia tiap tiap hari,” katanya.

Namun bersamaan dengan berjalannya waktu, pemerintah kemudian beri tambahan pemahaman kepada semua perusahaan bahwa menyediakan Daycare Ramah Anak bukan semata-mata mencukupi keperluan pegawai, dapat tetapi merupakan benefit bagi perusahaan yang dapat berdampak terhadap optimalisasi kerja pegawai di perusahaan tersebut.

Terlebih, waktu ini telah tersedia Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, yang menyebutkan empat pilar pelindungan anak, yakni pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan fasilitas massa. Pasal 72 Ayat (6) Undang-Undang berikut menyebutkan peran dunia usaha ditunaikan lewat kebijakan perusahaan yang berperspektif anak, produk yang dimaksudkan kepada anak wajib safe bagi anak, dan berkontribusi dalam pemenuhan hak anak lewat tanggung jawab sosial perusahaan.

“Jadi, peran dunia usaha dalam pelindungan anak telah terlalu jelas. Perusahaan yang menyediakan daerah penitipan anak dan area laktasi itu menunjukkan komitmennya dalam melakukan Undang-Undang,” tutupnya.